Abdul Mu’ti Hadiri Konferensi Ulama India-Indonesia di New Delhi

Abdul Mu’ti Hadiri Konferensi Ulama India-Indonesia di New Delhi
Konferensi “The Role of Ulama in Fostering a Culture of Interfaith Peace and Social Harmony in India and Indonesia” di New Delhi, India, Selasa (29/11). Foto: Instagram abe_mukti.

TVMU.TV - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menghadiri konferensi dengan bertema “The Role of Ulama in Fostering a Culture of Interfaith Peace and Social Harmony in India and Indonesia” di New Delhi, India, Selasa (29/11) kemarin.

Dalam konferensi para ulama India dan Indonesia itu, Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa para ulama kaum Muslimin Indonesia telah berperan besar dalam membina budaya, perdamaian, dan keharmonisan sosial antaragama. Hal ini sesuai sebagaimana kultur Nusantara itu sendiri.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kultur masyarakat Nusantara telah damai dan toleran bahkan sebelum Islam datang. Hal ini dibuktikan dengan adanya agama luar pribumi yang bisa masuk dan berkembang luas seperti Hindu, Buddha, lalu kemudian Islam.

Di Indonesia, lanjut Mu'ti, agama-agama tersebut saling berasimilasi dengan pengaruh budaya dan para pendakwahnya yang berasal dari luar seperti India, Arab, maupun Persia.

“Tidak ada catatan sejarah tentang konflik antara umat Islam dan umat beriman lainnya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan: Islam masuk ke Indonesia melalui proses natural-sosiologis yang sangat damai. Tidak ada misionaris Islam. Umat ​​Islam datang ke Indonesia sebagai pedagang atau musafir. Penduduk setempat bertemu dan memeluk Islam melalui interaksi bisnis dan kemudian pernikahan,” jelasnya.

Meski umat Islam saat ini menjadi mayoritas, Mu'ti mengatakan para ulama telah berhasil membimbing umat dalam pemahaman moderat. Para ulama dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan justru sepakat untuk meneguhkan Pancasila yang secara nilai dijiwai oleh ajaran Islam, dan menolak  Indonesia menjadi negara satu golongan, yaitu Negara Islam.

Secara kasat mata, wajah toleran umat Islam Indonesia dapat dilihat dari dijadikannya identitas agama Hindu dan Buddha, yakni candi Prambanan dan candi Borobudur sebagai landmark budaya Indonesia.

“Persetujuan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi bukan disebabkan oleh lemahnya umat Islam dalam mengamalkan Islam. Memang, itu mencerminkan pemahaman Islam yang mendalam dan komprehensif,” tandas Mu’ti.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015, Mu'ti mengatakan Muhammadiyah mendeklarasikan Indonesia sebagai Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah. Dalam konsep itu ditegaskan bahwa Negara Pancasila adalah Islami, dalam arti lain tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Terkait dengan ekstrimisme dan pengerasan agama yang belakangan ini terjadi di Tanah Air, Mu’ti mengatakan bahwa hal tersebut adalah konsekuensi dari era reformasi yang mengubah wajah demokrasi Indonesia sehingga semua pemikiran, ideologi, bahkan gerakan dari kanan ke kiri saling berkontestasi.

“Telah terjadi perubahan dalam pandangan Islam di Indonesia. Seperti yang juga dialami oleh negara-negara Muslim lainnya, ada segelintir elemen Muslim di Indonesia yang ekslusif, ekstrim, intoleran, dan anti negara. Meski begitu, mayoritas umat Islam adalah mendukung Pancasila, menerima demokrasi, menaati hukum nasional, dan sekaligus menjadi umat Islam yang saleh,” terangnya.

Diketahui, acara konferensi para ulama India dan Indonesia juga dihadiri oleh Menko Polhukam RI Mahfud MD, Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Abdul Mu'ti (@abe_mukti)

VIDEO: Abdul Muti Sebut Subtansi Kemerdekan Adalah Kedaulatan yang Erat dengan Akhlak