Sejumlah Tokoh Kaji Kalender Islam Global dan Internasionalisasi Muhammadiyah

Sejumlah Tokoh Kaji Kalender Islam Global dan Internasionalisasi Muhammadiyah
Tangkap layar acara Pengajian Umum PP Muhammadiyah dengan tema “Kalender Islam Global dan Internasionalisasi Muhammadiyah

TVMU.TV - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Pengajian Umum dengan tema “Kalender Islam Global dan Internasionalisasi Muhammadiyah" pada Jumat (17/6) secara daring. 

Adapun narasumber dalam acara tersebut yakni, Ketua PP Muhammadiyah, Syafiq A Mughni, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, dan Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr Hj Siti Ruhaini Dzuhayatin. 

Selain itu, hadir pula sebagai pembicara Associate Professor Religious Studies Department & Chair, Middle East and Islamic Studies Program, University of California, Riverside, Amerika Serikat, Muhammad Ali. 

Dalam pengantar pengajian itu, Ketua PP Muhammadiyah, Syafiq A. Mughni mengatakan, bahwa implementasi dari pengajian ini merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi persyarikatan Muhammadiyah, terutama dalam menyongsong Muktamar ke-48 yang akan dilaksanakan di Surakarta, Jawa Tengah pada 18-20 November 2022 mendatang. 

Ia menyebutkan, Muktamar kali ini Muhammadiyah dihadapkan dengan berbagai isu kompleks. Terlebih, persoalan tersebut sangat berkorelasi dengan dunia internasional, serta berpengaruh terhadap bangsa. 

“Tidak mungkin kita bisa hidup bersosialisasi, hidup tanpa berinteraksi dengan bangsa-bangsa yang lain. Dan ketika kita melihat bagaimana kehidupan umat Islam di dunia ini tentu ada peran yang sangat menantang bagi kehadiran Muhammadiyah, ialah bagaimana menjaga ukhuwah Islamiah bagi seluruh umat Islam dari berbagai bangsa. Tetapi tentu ukhuwah saja tidak cukup, melainkan harus ada peningkatan kualitas,” tutur Syafiq. 

Lebih lanjut, Syafiq menilai kalender Islam Global menjadi tema yang sangat penting. Menurutnya, hal inilah sumbu utamanya menentukan bahasa dan ijim-ijim yang sama tentang tanggal-tanggal Islam. 

“Kalau dari satu bangsa berbeda dengan bangsa yang lain, maka tentu akan ada persoalan tersendiri yang muncul dari itu. Karena itulah kalender Islam global menjadi perjuangan Muhammadiyah,” ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, mengibaratkan penyatuan kalender Islam global sebagai salah satu utang Muhammadiyah kepada peradaban yang harus segera dilunasi. 

Sebab, hal ini tertuang dalam salah satu butir keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 1436 H/2015 M. Keputusan tersebut berisi tentang perlunya upaya penyatuan kalender yang berlaku secara internasional. 

Kemudian, lanjut Syamsul, pada tahun 2016 dalam acara Seminar Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah, peserta menyetujui untuk segera diberlakukannya Kalender Islam Global dan menolak gagasan Kalender Islam Zonal. Adapun ketetapan tersebut bukan sekadar kecenderungan subjektif, tetapi hasil kajian ilmiah yang objektif. Maka dari itu, dia menilai pentingnya gagasan Kalender Islam Global ini ditopang beberapa alasan, salah satunya: Hari Arafah. 

Menurut Syamsul, absennya Kalender Islam Global dalam menentukan waktu ibadah di seluruh dunia, maka puasa Arafah seringkali jatuh pada hari yang berbeda dengan hari wukufnya hujjaj di Makkah. Jatuhnya tanggal 9 Zulhijjah di beberapa belahan bumi, terutama negara-negara Islam, seringkali tidak sama dengan 9 Zulhijjah di tanah suci. 

“Karena itu, tanggal 9 Zulhijah di berbagai tempat itu harus sama dengan tanggal 9 Zulhijah di Makkah tempat dilakukannya wukuf dalam rangkaian haji. Inilah salah satu alasan mengapa diperlukan Kalender Islam Global,” jelasnya. 

Sementara itu, Associate Profesor Islamic Studies di University of California, Amerika Serikat, Muhammad Ali menyebutkan, penolakan terhadap gagasan Kalender Islam Global muncul diakibatkan karena masih banyaknya kaum muslimin yang berpandangan dikotomis dalam melihat sains dan teks-teks agama. 

Hal inilah yang perlu menjadi perhatian Muhammadiyah terlebih dahulu. Terutama membentuk pola pikir masyarakat di kalangan perkotaan dan masyarakat terdidik untuk memiliki pola pikir yang integral terhadap sains dan agama. 

“Bagaimana mindset ilmiah dan diniyah itu menyatu bukan sebagai hal yang bertentangan dan Kalender Islam Global adalah contohnya,” ungkapnya. 

Terkait Internasionalisasi Muhammadiyah, Ali mengatakan, bahwa gagasan ini sejatinya bukanlah hal baru. Baginya, gagasan ini telah disampaikan oleh Kiai Ahmad Dahlan. 

Semasa masih hidup, tuturnya, Kiai Dahlan tercatat pernah menyampaikan gagasan bahwa manusia seluruhnya harus bersatu hati walaupun manusia itu memiliki kebangsaan yang berbeda-beda. Landasan inilah yang menurutnya menjadi identitas sekaligus penguat gerakan Internasionalisasi Muhammadiyah. 

“Kalau kita bicara Islam, kita harus bicara secara global. Karena Islam sebagai agama global, maka setiap organisasi keagamaan sejatinya ya bersifat global, tidak bersifat lokal. Artinya setiap sekat-sekat suku, bangsa, dan negara seharusnya tidak menjadi penghalang bagi persaudaraan kemanusiaan internasional dan alhamdulillah sudah terbukti lewat PCIM,” urai Ali. 

Lalu, Ali menyampaikan, penguatan internasionalisasi Muhammadiyah harus berangkat dari pemahaman utuh bahwa mengurus Islam di luar negeri bukanlah sesuatu yang terpisah dengan mengurus Islam di dalam negeri. 

Dalam konteks ini, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di berbagai negara maupun Persyarikatan Muhammadiyah di Tanah Air menurutnya memiliki fungsi yang saling melengkapi sebagai satu kesatuan. 

Oleh karena itu, ia mendorong, Persyarikatan Muhammadiyah untuk bisa memaksimalkan potensi diaspora kader di seluruh dunia yang memiliki ghirah untuk meluaskan dakwah Muhammadiyah di kancah dunia. 

Pada forum yang sama, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr Hj Siti Ruhaini Dzuhayatin mengakui, bahwa tidak banyak atau bahkan mungkin nyaris tidak ada organisasi di Indonesia yang seusia Muhammadiyah yang masih eksis hingga sekarang. Alih-alih meredup, pancaran sinar pencerahan yang diberikan oleh Muhammadiyah malah semakin terang-benderang.