Sejumlah Tokoh Muhammadiyah Soroti Sistem Pemilu di Indonesia

Sejumlah Tokoh Muhammadiyah Soroti Sistem Pemilu di Indonesia
Ilustrasi/ Foto: Istimewa.

TVMU.TV - Pemilihan umum (Pemilu) merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan demokrasi. Dalam menjalankan Pemilu tersebut, dibutuhkan sistem Pemilu yang menunjang berjalannya demokrasi dan sesuai dengan karakteristik negara tersebut.

Sejumlah tokoh Muhammadiyah pun menyoroti sistem pemilu di Indonesia. Terkait hal ini, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengatakan dalam Muktamar ke-48 di Surakarta, Muhammadiyah membahas tema 'Reformasi Sistem Pemilu dan Suksesi Kepemimpinan 2024' sebagai salah dari isu strategis kebangsaan.

Hal itu disampaikan Busyro dalam keterangan tertulis yang dikutip tvMu pada Senin (2/1).

Lebih lanjut, ia menjelaskan pembahasan isu tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan Pemilu bersih yang demokratis dan berpihak pada rakyat.

Menurut Busyro, ada banyak hal yang mengganggu kualitas demokrasi di Indonesia, baik dari sisi produk hukum maupun praktiknya oleh para elit politik.

“Nah oleh karena itu, ketika kami teliti sesungguhnya Pemilu itu hanya ada dua pilihan. Akan dikembalikan lagi kepada UUD 1945 bahwa Pemilu itu hak rakyat dan rakyat itu punya kedaulatan di tangan mereka. Bukan di tangan pemerintah apalagi cukong, apalagi calo-calo politik,” tegasnya.

Dia pun meminta para elit politik untuk memberikan keteladanan dan patuh pada setiap aturan konstitusi.

“Rakyat ini semakin cerdas. Didiklah masyarakat ini, berilah contoh dengan rakyat itu dengan dihormati jangan melanggar konstitusi,” pesan Busyro.

Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai sistem Pemilu proporsional terbuka yang saat ini diterapkan di Indonesia sarat masalah sehingga perlu dievaluasi.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini berpendapat sistem proporsional terbuka menimbulkan praktek politik uang, hingga persaingan tidak sehat antara para calon anggota legislatif. Dampaknya, ujar dia, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal atau buruk.

“Cenderung masyarakat itu memilih figur yang populer dan bermodal, sehingga kekuatan uang memang terasa begitu dominan,” kata Mu'ti setelah peresmian Paud ‘Aisyiyah 2 Bumirejo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Sabtu (31/12).

Selanjutnya, Mu'ti menawarkan dua opsi sistem Pemilu alternatif untuk menggantikan sistem yang diistilahkannya sebagai ‘Kanibalisme Politik’ itu. Pertama, sistem proporsional tertutup.

Beliau menjelaskan sistem ini membuat pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.

“Misalnya, partai politik dapat satu kursi. Maka, yang jadi otomatis (kandidat) nomor 1. Sehingga, mereka (kandidat lain) yang di (nomor urut) bawahnya tidak akan memaksa diri untuk jadi (anggota legislatif),” jelas Mu'ti.

Kedua, lanjut dia, sistem proporsional terbuka-terbatas. Mu'ti menerangkan sistem ini menetapkan kandidat terpilih mengikuti perolehan suara. Misalnya, dari sejumlah kandidat dalam satu partai politik, calon terpilih adalah yang suaranya memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP).

VIDEO: Refleksi Akhir Tahun tvMu "Kegaduhan Politik yang Tidak Perlu"