2 Hal yang Harus Dilakukan untuk Pulihkan Kualitas Demokrasi

Ahli Hukum Tata Negara, Jimly As-Shiddiqie mengatakan, dalam merekonstruksi kualitas demokrasi di Indonesia diperlukan dua hal, yakni Institusionalisasi atau pelembagaan politik dan konsolidasi politik.
Namun, ujar dia, yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Proses pembongkaran kelembagaan politik atau de-Institusionalisasi dari fungsi dasarnya.
“Yang terjadi sekarang terbalik. Mana urusan privat, dan mana urusan dinas (publik) itu campur aduk. Kita sulit menentukan ini statement dalam kapasitas pejabat atau statement pribadi. Tiap hari semua orang bicara, menggunakan kebebasan. Kadang bukan urusannya dia omongin juga. Lalu ada orang lain mengutipnya, jadi kacau ruang publik,” kata Jimly dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang secara luring berlansung di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rabu (16/3),
Jimly menyebutkan, proses de-Institusionalisasi politik ini semakin besar akibat adanya sistem yang ketat mengatur ruang bagi para politisi yang berlatar belakang sebagai pebisnis. Dengan demikian, konflik kepentingan di kalangan para pejabat pun sulit terhindarkan.
“Sekarang di pemerintahan kita lebih dari 50 persen pejabat politik kita adalah pengusaha. Ini satu kenyataan,” ungkapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, langkah untuk menjegal de-Institusionalisasi itu dengan mengusulkan sejumlah Undang-Undang (UU) seperti UU Larangan Konflik Kepentingan, reformasi UU PT, UU Penyiaran, UU Pemilu, dan UU. Aturan tersebut untuk mengatur batas maksimum dinasti politik dalam suatu partai, dimana hanya boleh dua generasi saja dan berjeda.
Jimly berpendapat penguatan konsolidasi dan institusionalisasi politik tersebut penting dilakukan sebagai mengikis budaya dan alam bawah sadar feodal yang masih menjadi corak intrinsik partai politik di Indonesia.
“Semakin besar dan modern suatu organisasi, ketergantungannya pada sistem semakin tinggi. Semakin kecil dan tradisional suatu organisasi, ketergantungannya pada faktor figur semakin kuat. Nah Indonesia sebagai organisasi besar negara modern yang menjadi kekuatan demokrasi terbesar ketiga di dunia itu memerlukan penguatan sistem leadership, bukan figur,” pungkasnya.
Comments (0)