GreenFaith Bersama Lembaga ZIS Kaji Prospek Pendanaan Filantropi Islam untuk Transisi Energi Berkeadilan

GreenFaith Bersama Lembaga ZIS Kaji Prospek Pendanaan Filantropi Islam untuk Transisi Energi Berkeadilan
Direktur GreenFaith Indonesia, Hening Parlan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tinjauan Syariah terhadap Tasharruf Zakat, Infak dan Sedekah pada Isu Energi” di Jakarta, Rabu (23/4). Foto: Istimewa.

TVMU.TV - GreenFaith Indonesia bersama dengan Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC) dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tinjauan Syariah terhadap Tasharruf Zakat, Infak dan Sedekah pada Isu Energi” di Jakarta, Rabu (23/4).

Kegiatan ini digelar sebagai bagian dari upaya memperkuat peran dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dalam mendukung transisi energi yang adil dan berkelanjutan di Indonesia.

FGD ini diikuti berbagai pihak dari ormas keagamaan, lembaga pengelola zakat, institusi pemerintah, hingga lembaga riset energi. Berbagai pihak tersebut membahas pemanfaatan dana ZIS dalam isu strategis perubahan iklim dan transisi energi, yang selama ini belum banyak disentuh dari sudut pandang syariah.

Direktur GreenFaith Indonesia, Hening Parlan mengatakan FGD ini merupakan bagian dari ikhtiar masyarakat sipil untuk membawa nilai-nilai agama ke dalam solusi-solusi konkret atas krisis iklim.

“Transisi energi bukan semata isu teknis, tetapi menyangkut nilai. Energi yang bersih seperti matahari dan angin, dalam pandangan kami, adalah energi surga.

Komunitas beragama memiliki kekuatan spiritual dan sosial untuk mendorong peralihan ini secara kolektif,” kata Hening.

Sementara itu, Ketua MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji menekankan pentingnya merumuskan panduan tasharruf ZIS yang kontekstual dan aplikatif.

“Potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun. Namun, bagaimana dana sebesar itu bisa digunakan untuk mendukung energi bersih perlu dirumuskan secara syar’i dan legal. Interaksi yang terbangun melalui FGD ini penting untuk menjawab pertanyaan tersebut secara kolaboratif,” ungkapnya.

Dalam pengantarnya, Ustadz Niki Alma dari Majelis Tarjih menegaskan bahwa penggunaan dana ZIS untuk keperluan di luar kebutuhan fakir miskin masih menjadi perdebatan.

“Selama ini, banyak yang berpandangan dana ZIS hanya bisa untuk fakir miskin. Namun, transisi energi yang berdampak pada hifzhul bi’ah (perlindungan lingkungan) adalah bagian dari maqashid syariah yang layak dipertimbangkan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ustadz Qaem Aulassyahied yang turut menyusun panduan tasharruf ZIS menegaskan perlunya konsensus bersama lintas lembaga.

“FGD ini menjadi forum penting untuk menyempurnakan panduan pengelolaan ZIS dalam mendukung agenda energi berkeadilan,” sebutnya.

Diskusi juga melibatkan masukan dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Pusat, yang diwakili Ustaz Faisal Farouq. Ia menyarankan agar panduan ini dapat pula diusulkan ke Komisi Fatwa MUI guna memperluas spektrum penggunaannya.

“Bila ditambah dengan aspek wakaf, yang bisa dikelola jangka panjang dan tidak terbatas hanya untuk umat Islam, maka potensi dampaknya akan jauh lebih besar,” kata Faisal.

Dari Dewan Tafkir Persatuan Islam (Persis), Ustaz Rahmat menekankan kekuatan wakaf sebagai instrumen pendanaan berkelanjutan.

“Kami telah melakukan kajian ekoteologi yang berbasis kearifan lokal. Potensi wakaf tunai sangat besar, bahkan dalam satu kegiatan bisa terkumpul Rp11 miliar. Ini menunjukkan animo publik sangat kuat jika disalurkan untuk program yang memberi manfaat nyata,” jelasnya.

FGD ini turut dihadiri oleh LazisMU, BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Islamic Relief, Human Initiative, PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LazisNU PBNU, serta Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM.

Berbagai lembaga yang hadir berbagi bahwa masing-masing organisasi telah memiliki program yang beririsan dengan isu lingkungan, walau dalam porsi yang masih kecil, seperti LazisMU yang mencatat hanya menyalurkan 11 persen dari total penyaluran dana program untuk lingkungan di tahun 2022.

Menanggapi pendanaan transisi energi melalui filantropi Islam, Dedy Ibmar, akademisi dari Universitas Islam Negeri Jakarta menyampaikan bahwa transisi energi  masih menjadi isu yang paling minim diperhatikan dari sekian banyak isu lingkungan, misalnya seperti isu sampah.

“Hal ini karena membutuhkan biaya lebih untuk mewujudkan transisi energi dibanding isu lingkungan yang lain. Sehingga inisiatif transisi energi menjadi yang paling cocok sebagai tujuan pengumpulan pendanaan dana ZIS, ini yang paling butuh perhatian lebih,” terangnya.

Dari kegiatan ini, diharapkan lahir dokumen bersama dan langkah konkret yang menghubungkan nilai-nilai Islam dengan agenda transisi energi nasional. Kolaborasi lintas sektor diyakini akan membangun ekosistem pemikiran dan aksi yang kuat dalam mewujudkan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan.