Haedar Nashir Luncurkan Buku 'Islam Syariat', Begini Isinya

TVMU.TV - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir melaunching buku berjudul 'Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia' pada Jumat (28/10). Buku yang sebelumnya telah diterbitkan oleh Mizan ini, kini kembali diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah.
Peluncuran buku ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) tersebut dihadiri oleh Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta KH Sun'an Miskan, Rektor Uhamka Gunawan Suryoputro, Direktur Utama Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari, dan seluruh tamu undangan lainnya.
Dalam pidatonya, Haedar mengatakan buku ini merupakan hasil dari disertasinya saat menempuh pendidikan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 2005 lalu. Buku karya monumental Haedar Nashir yang bisa disebut juga karya magnum opusnya itu ditulis atas proses penelitiannya di wilayah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
“Buku ini atau disertasi ini mengkaji berangkat dari realita setelah kita reformasi, itu banyak gerakan-gerakan, bukan hanya gerakan keagamaan-termasuk di kalangan Islam-bahkan gerakan social lainnya, yang bertumbuh begitu rupa bukan hanya di permukaan, tapi yang underground (yang dari bawah permukaan) yang di masa orde baru tiarap. Begitu reformasi, semuanya seperti banjir demokrasi,” tutur Haedar.
Haedar menyebutkan bahwa di masa itu, muncul gerakan-gerakan bangkitnya kembali komunisme atau gerakan kiri baru, kelompok sekuler terus memproduksi pikiran-pikiran agama yang tidak boleh masuk ke ruang publik, bahkan mulai muncul kelompok anti agama. Sementara itu di sisi lain, muncul gerakan ingin kembali ke agama (Islam).
“Maka lahirlah kelompok-kelompok Islam yang begitu militan (Bahasa netralnya). Yang kemudian di belakang hari itu ada istilah ‘Radikal atau Ekstrem’. Dalam Ilmu Sosiologi semuanya netral (kedua istilah itu). Saya tentu tertarik ke situ, mengkaji gerakan-gerakan Islam yang begitu militan ingin kembali menghadirkan Islam yang menurut mereka kaffah. Tetapi coraknya berbeda dengan arus utama yang selama ini sudah hidup,” jelasnya.
Menurut Haedar, gerakan Islam tersebut begitu militannya, namun cenderung rigid (kaku) ingin mengembalikan bentuk negara syariat (negara Islam di NKRI). Kala itu, lanjut dia, muncul negara khilafah, ingin menghidupkan kembali Piagam Jakarta, dan lain sebagainya.
“Gerakan-gerakan ini yang kemudian kami di Sosiologi harus mencari angel dan istilah yang baru yang itu punya kategorisasi. Akhirnya, saya menemukan apa yang disebut dengan Islam Syariat,” tegasnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini memaknai Islam Syariat sebagai sekelompok Islam yang ingin menegakkan syariat Islam dengan topangan karakter militan, keras, kaku, dan eksklusif (monolitik).
Ia menjelaskan karakter tersebut memiliki perwujudan dua wajah, yakni bersifat pandangan keagamaan murni yang melahirkan puritanisme atau lebih disebut neopuritanisme yang lebih keras, rigid, kaku, dan monolitik dibanding dengan gerakan Revivalisme Islam.
“Di sini, puritan keagamaan muncul ke politik (negara). Ini saya sebut sebagai Reproduksi Salafiyah Ideologis. Jadi ingin kembali ke Islam seperti masa salaf, tetapi bersifat ideologis yakni ke perjuangan politik,” terang Haedar.
VIDEO: Olahraga dan Karakter Bangsa
Comments (0)