Ismail Fahmi Nilai Pentingnya Ekonomi Digital Dalam Dunia Modern

Ismail Fahmi Nilai Pentingnya Ekonomi Digital Dalam Dunia Modern
Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Ismail Fahmi dalam program Gerakan Subuh Mengaji dengan tema 'Urgensi Membangun Ekonomi Digital Muhammadiyah' yang disiarkan di tvMu, Selasa (17/10). Foto: Tangkap layar YouTube tvMu Channel.

TVMU.TV - Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ismail Fahmi menilai pentingnya ekonomi digital dalam dunia modern.

Ia menjelaskan ekonomi digital adalah bentuk ekonomi yang sangat bergantung pada teknologi digital untuk menjalankan proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.

Adapun teknologi digital yang dimaksud meliputi internet, kecerdasan buatan (AI), big data, dan blockchain. Menurut Ismail Fahmi, ekonomi digital menggantikan banyak proses konvensional dengan teknologi canggih.

“Sekarang istri saya kalau belanja sudah tidak lagi ke pasar. Kalau mau belanja sekarang pakai hape. Ini adalah salah satu contoh dari perilaku ekonomi digital,” kata Ismail Fahmi dalam program Gerakan Subuh Mengaji dengan tema 'Urgensi Membangun Ekonomi Digital Muhammadiyah' yang disiarkan di tvMu, Selasa (17/10).

Lebih lanjut, Ismail Fahmi menyebutkan bahwa ekonomi digital sebagai elemen kunci dalam semua tahap ekonomi, mulai dari produksi hingga distribusi dan konsumsi.

Hal ini mencakup berbagai sektor, seperti e-commerce, perbankan digital, aplikasi pesan instan, dan media sosial. Menurutnya, ekonomi digital memiliki dampak signifikan pada perekonomian, termasuk peningkatan produktivitas, efisiensi, dan inovasi.

Selain itu, Ismail Fahmi juga membahas upaya pemerintah Indonesia untuk menjadikan negara ini pusat ekonomi digital di Asia Tenggara melalui penerbitan roadmap e-commerce.

Dia mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam ekosistem e-commerce seperti produk yang dijual adalah barang impor, penjual e-commerce yang sebagian besar bukan pemilik produk sendiri, dan praktik penjualan produk impor di bawah harga pokok penjualan (HPP) serta pajak safeguard.

“Kondisi e-commerce Indonesia, 90 persen produk yang dijual adalah barang impor, 74 persen penjual di e-commerce bukan dari produk sendiri, produk impor dijual di bawah HPP dan pajak safeguard. Kita memang negara demokratis, tapi sebaiknya didahulukan dulu produk lokal sebelum menerima produk-produk dari luar,” saran Fahmi.

Terkait hal ini, Ismail Fahmi mengatakan Indonesia dapat belajar dari China yang telah mengambil langkah-langkah tegas untuk mengendalikan investasi asing dalam industri ekonomi digital mereka.

Ia menambahkan, pemerintah China mengutamakan pengembangan platform dalam negeri dengan membatasi investasi asing dan memberikan peluang bagi platform domestik untuk tumbuh.

“Belajar dari China, mereka menutup investasi asing untuk memberi ruang bagi platform dalam negeri. E-commerce hanya ada Alibaba dan JD.Com, search engine hanya Baidu, di sana tidak ada Google, aplikasi pesan hanya Tencent dan Wechat,” sebut Ismail Fahmi.

Dengan demikian, ungkap Ismail Fahmi, banyak potensi dan tantangan dalam ekonomi digital, sehingga pentingnya langkah-langkah strategis dan kebijakan yang bijaksana untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dalam kompetisi global yang semakin ketat.

VIDEO: Gerakan Subuh Mengaji 'Urgensi Membangun Ekonomi Digital Muhammadiyah'