Sengkarut Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Sengkarut Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
Program Organisasi Penggerak/ Foto: Istimewa.

TVMU.TV - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan sebuah program bernama Program Organisasi Penggerak (POP). Program ini diharapkan dapat mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi.

Fokus utama Program Organisasi Penggerak adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menyampaikan, program Organisasi Penggerak adalah episode keempat dalam kebijakan Merdeka Belajar dari Kemendikbud.

Ia menjelaskan, program ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.

"Waktu itu saya beserta tim menjanjikan bahwa paradigma Kemendikbud akan berubah menjadi jauh lebih gotong royong. Inilah buktinya pada hari ini apa yang kita maksud gotong royong, bukan hanya janji-janji palsu gotong royong tapi bahkan kita akan menggerakkan sekolah dengan organisasi pemggerak. Itu adalah episode keempat kita," jelas Nadiem dalam akun Youtube Kemendikbud.

Dengan demikian, organisasi masyarakat dan relawan pendidikan bisa ikut berpartisipasi sebagai organisasi penggerak untuk menciptakan sekolah-sekolah Penggerak di Indonesia. Adapun pendaftaran Program Organisasi Penggerak dibuka sejak tanggal 16 Maret hingga 16 April 2020.

Dilansir dari laman Kemendikbud, ada beberapa tahap untuk menjadi bagian dari Program Organisasi Penggerak ini. Mulai dari adanya tahap pengiriman proposal, tahap seleksi, tahap implementasi dan tahap integrasi. Dalam Program Organisasi Penggerak ini, Kemendikbud menawarkan tiga jenis kategori yaitu Gajah, Macan, dan Kijang.

Hasil tahap seleksi, Kemendikbud telah menetapkan sebanyak 185 proposal dari 156 ormas yang bergerak di bidang pendidikan, untuk mengikuti program yang menggelontorkan anggaran sebesar Rp 595 miliar tersebut.

Kategori Gajah adalah kategori terbesar yang memiliki sasaran target minimal 100 PAUD/SD/SMP. Pada kategor ini, pemerintah memberikan dukungan dana untuk ormas sebesar Rp 20 miliar per tahun di setiap program.

Selanjutnya kategori Macan, ormas akan memperoleh dukungan dana maksimal Rp 5 miliar/tahun/program. Sementara pada kategori ini memiliki jumlah sasaran target yang dibatasi antara 21 sampai 100 PAUD/SD/SMP.

Lalu kategori Kijang. Kategori ini diperuntukkan bagi organisasi baru yang terbukti mampu merancang dan mengimplementasikan program dengan baik. Dalam hal ini, ormas akan memperoleh dukungan dana maksimal Rp 1 miliar/tahun/program dengan sasaran target 5 sampai 20 PAUD/SD/SMP.

Namun hasil seleksi itu pun menimbulkan polemik, karena adanya corporate social responsibility (CSR) yang diduga terafiliasi dengan perusahaan ikut serta dalam program ini.

Diketahui, CSR yang diduga terafiliasi dengan perusahaan di antaranya, Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation. Tanoto Foundation sendiri mendapatkan dua kategori Gajah untuk tingkat SD dan SMP. Kemudian, Putera Sampoerna Foundation masing-masing mendapat kategori Macan untuk jenjang SD dan Gajah untuk SMP.

Merespon polemik ini, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan Putera Sampoerna Foundation bersama Tanoto Foundation dipastikan tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Mantan bos Gojek ini menyebutkan kedua yayasan itu memakai skema pembiayaan mandiri untuk mendukung Program Organisasi Penggerak (POP).

"Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut. Dengan demikian, harapan kami ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan,” kata Nadiem dalam keterangan persnya.

Di sisi lain, ada juga tiga ormas yang menyatakan pengunduran dirinya dalam program ini, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI). Mundurnya ketiga ormas tersebut disebabkan, karena proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan.

Berikut hal yang menjadi dasar pertimbangan utama Majelis Dikdasmen PP Muhammdiyah mundur dari program organisasi penggerak Kemendikbud yaitu:

Pertama, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di dalam negeri. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Maka dari itu, tidak sepatutnya Muhammadiyah diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud.

Kedua, kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Ketiga, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini.

Meski awalnya ikut mundur, Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU) memutuskan tetap mengikuti Program Organisasi Penggerak. Keputusan itu diambil lantaran ada klarifikasi dari Kemendikbud.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda ikut angkat  bicara merespon polemik ini. Politikus PKB ini berharap kebijakan program Organisasi Penggerak Kemendikbud untuk ditata ulang. Menurutnya, Kemendikbud harus mencari skema terbaik agar Program Organisasi Penggerak tidak menimbulkan polemik.

Pasalnya, organisasi besar dalam dunia pendidikan seperti PGRI, Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU, dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah memutuskan mundur dari program ini.

Lalu akibat beberapa faktor, Mendikbud Nadiem Makarim memastikan bahwa Program Organisasi Penggerak ditunda. Dia menyatakan bahwa program tersebut akan berjalan pada tahun 2021.

“Setelah kami evaluasi selama satu bulan, kami memutuskan, karena ada beberapa faktor, untuk menunda program POP untuk tahun 2020. Jadinya program POP itu akan mulai di tahun 2021,” ungkap Nadiem saat rapat kerja dengan Komisi X di DPR RI, Kamis (27/8/2020).

Hal senada pun disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril. Ia mengatakan, untuk masa program pertama POP dimulai hingga Desember 2021.

"Dan kemudian implementasi akan dimulai rencananya Maret sampai Desember 2021 untuk tahun anggaran 2021," sebut Iwan dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/11/2020).

Setelah setahun digulirkan Kemendikbud, Program Organisasi Penggerak dinilai belum tampak. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC), Dodi Iswanto mengatakan, keberadaan organisasi peserta POP belum bisa dinilai manfaatnya, sebagaimana dikutip dari JawaPos.com. (Fachri Septian)