Dekan FISIP PTMA se-Indonesia Berkumpul di UMJ, Bahas Muhammadiyah di Tengah Kontestasi Politik 2024

Dekan FISIP PTMA se-Indonesia Berkumpul di UMJ, Bahas Muhammadiyah di Tengah Kontestasi Politik 2024
Seminar Nasional Forum Dekan FISIP PTMA se-Indonesia bertajuk “Muhammadiyah di Tengah Kontestasi Politik 2024” di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (21/06/2023). Foto: UMJ.

TVMU.TV - Forum Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Muhammadiyah di Tengah Kontestasi Politik 2024” di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (21/06/2023).

Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi, Rektor UMJ Ma’mun Murod, Ketua Forum Dekan FISIP PTMA Muslimin Mahmud serta Dekan FISIP PTMA se-Indonesia.

Saat pembukaan, Dekan FISIP UMJ Evi Satipsi mengatakan adanya forum dekan FISIP PTMA se- Indonesia ini untuk membahas terkait Muhammadiyah di tengah kontestasi politik 2024. Pada kontestasi politik 2024, Evi berharapan bahwa keanggotaan legislatif bisa diisi oleh kader Muhammadiyah.

Sementara itu, Ketua Forum Dekan FISIP PTMA Muslimin Mahmud mengungkapkan adanya seminar nasional forum dekan FISIP PTMA se-Indonesia ini diharapkan, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dapat memerankan fungsinya untuk menjadi penengah dan penghubung antara pemerintah dan masyarakat.

Dalam paparannya, Ketua LHKP Ridho Al-Hamdi berharap kader Muhammadiyah tidak anti dan alergi terhadap politik. Ia pun menceritakan fase hubungan Muhammadiyah dan politik dengan dibagi ke dalam dua fase. Pembagian tersebut ditemukan berdasarkan penelitian yang dibatasi hingga tahun 2020.

Ia mengatakan, fase pertama terjadi sekitar 1912 hingga 1971. Pada fase ini, jelas Ridho, kader Muhammadiyah sadar akan pentingnya Muhammadiyah bergabung dengan sebuah partai politik. Tidak ada aturan resmi yang menyatakan larangan bagi kader Muhammadiyah bergabung dalam partai politik. Pada masa itu kader Muhammadiyah membentuk partai politik, misalnya PII (Partai Islam Indonesia). 

Lalu pada fase kedua terjadi sekitar 1971 hingga 2020. Ridho mengatakan fase kedua masih terjadi hingga saat ini. Dia mengatakan kader Muhammadiyah saat ini terdiaspora ke mana-mana, dalam artian tersebar di berbagai partai politik dan turut menjadi simpatisan partai politik dengan menjadi tim sukses (timses).

“Muhammadiyah sampai detik ini tidak ada partai. Warga Muhammadiyah salurannya saat ini adalah timses,” sebut Ridho.

“Pasti Muhammadiyah tidak akan mengeluarkan pernyataan yang mendukung capres-cawapres tertentu atau mendukung parpol manapun secara resmi. Hasil Muktamar Solo 2022 menyatakan perlunya diaspora kader Muhammadiyah ke legislatif, eksekutif, dan yudikatif,” lanjutnya.

Walaupun sedikit dilema, Ridho menegaskan agar kader Muhammadiyah tidak anti dan alergi terhadap politik. Ia menyebutkan Muhammadiyah akan mendorong kader-kadernya untuk terlibat dalam politik tetapi tidak menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis.

Senada dengan Ridho, Rektor UMJ Ma’mun Murod menilai, Muhammadiyah perlu hadir menegakkan nilai-nilai politik dan demokrasi ditengah Kontestasi Politik 2024. Meski demikian, ia menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak ada kaitannya dengan pemilihan umum 2024 bahwa Muhammadiyah hanya organisasi kemasyarakatan (ormas) bukan kontestan.

Menurut dia, keterlibatan Muhammadiyah menjelang pemilu tentu sangat penting dalam menyikapi renzim yang saat ini diambang kehati-hatian. Namun, kata Ma'mun, tentu Muhammadiyah memiliki peran tersendiri dalam menyikapi dunia politik tidak boleh keras namun jangan terlalu lunak.

“Perlu dipahami pragmatism yang berkembang di Muhammadiyah itu berbeda dengan yang lainnya dimana semua yang dilakukan untuk kepentingan Muhammadiyah, politik juga sama pentingnya untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat Bersama,” tegas Ma’mun.

VIDEO: UMJ Luluskan 1494 Mahasiswa