Kunci Keberhasilan Muhammadiyah Dapat Diterima Masyarakat Papua

Kunci Keberhasilan Muhammadiyah Dapat Diterima Masyarakat Papua
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Kepala Kampung Wormon Kokoda Syamsuddin Namugur. Foto: Unimuda.

TVMU.TV - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengklaim Muhammadiyah merupakan organisasi Islam pertama yang memiliki universitas di Papua. Tidak hanya satu, Muhammadiyah memiliki empat perguruan tinggi di Papua.

Hal disampaikan Haedar Nashir saat menerima kunjungan dari rombongan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat (23/12).

Keempat perguruan tinggi Muhammadiyah di Papua yaitu Universitas Muhammadiyah Sorong, Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong, Universitas Muhammadiyah Papua, dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Maumere.

Lebih lanjut, Haedar mengungkapkan kunci keberhasilan Muhammadiyah dapat diterima masyarakat Papua tidak terlepas dari cara Muhammadiyah masuk dan menyatu dengan masyarakat Papua.

Dalam hal ini, Haedar mengatakan setidaknya ada dua cara yang dilakukan Muhammadiyah yaitu melalui gerakan amalan nyata dan pemberdayaan.

Selain itu, ia mengatakan gerakan Muhammadiyah di Papua telah merintis sejak tahun 1926 lalu.

Haedar menambahkan, dalam urusan pencerdasan dan pencerahan umat dan bangsa yang inklusif, Muhammadiyah telah dikenal sebagai organisasi pelopor, dan usaha-usaha tersebut dilakukan dengan amal bukan dengan retorika.

“Jadi Muhammadiyah punya jejak sejarah yang bersifat cultural, punya basik kultur yang kuat. Sehingga dalam perjalanan yang panjang itu Muhammadiyah bisa menyatu dengan masyarakat Papua, setidak-tidaknya paham tentang karakter dari masyarakat Papua,” tuturnya.

Selain bekal kultural, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menyebutkan alasan Muhammadiyah diterima di Bumi Cenderawasih karena gerakan pencerdasannya.

Kemudian pendekatan amal nyata seperti membangun sekolah, balai kesehatan, balai sosial dan amal-amal lain yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Lalu, Haedar mengatakan pendekatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah ke masyarakat Papua adalah dengan cara pemberdayaan atau empowerment.

“Biar pun Muhammadiyah itu berbeda agama, dan datang dari Pulau Jawa. Tetapi buat mereka ini lain,” lanjutnya.

Melalui gerakan pemberdayaan, ujar Haedar, Muhammadiyah telah melakukan hal ini di Sorong, tepatnya di Distrik Warmon, Kampung Kokoda untuk memberdayakan Suku Kokoda.

Dia menyampaikan sebagai suku pedalaman yang ‘terusir’ dari hutan tempat mereka tinggal, Suku Kokoda menjadi kelompok masyarakat yang terasing di tengah pembangunan Papua.

Kemudian Muhammadiyah menyediakan lahan untuk tempat menetap mereka, dan memberikan pelatihan keterampilan seperti bertani, berkebun dan beternak supaya masyarakat Suku Kokoda tidak lagi tersingkir dari pembangunan.

Haedar pun berharap, pendekatan non militer yang digunakan oleh Muhammadiyah ini supaya bisa diadopsi oleh Pemerintah saat ingin memajukan dan menyetarakan pembangunan yang ada di Papua dengan daerah atau wilayah lain.