Ramai-ramai Serang Nadiem Soal Hilangnya Frasa Madrasah dalam RUU Sisdiknas

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) berencana akan merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Namun pembahasan RUU Sisdiknas menuai polemik lantaran menghilangkan frasa Madrasah. Sejumlah kritik pun naik ke permukaan, menanggapi masalah pencabutan frasa madrasah tersebut.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim pun langsung buka suara merespon perihal hilangnya frasa madrasah dalam Undang-undang yang tengah dirancang Kemendikbudristek ini.
Mantan bos Gojek itu menegaskan, pihaknya tidak ada maksud untuk menghapus bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi draf RUU Sisdiknas yang saat ini sedang ramai jadi perbincangan publik.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, penamaan secara spesifik meliputi SD dan MI, SMP dan MTS, hingga SMA, SMK, dan MA nantinya akan diterangkan pada bagian penjelasan. Keputusan ini diambil agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat pada tingkat undang-undang, sehingga dapat lebih fleksibel dan dinamis.
"Sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional," kata Nadiem melalui video pada akun Instagram @nadiemmakarim, Rabu (30/03) lalu.
Polemik ini pun menarik sejumlah tokoh di Tanah Air melontarkan kritik, diantaranya Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman, dan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. Amirsyah Tambunan.
Setelah itu, Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ganefri, Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pembangunan SDM Jaringan Masyarakat Profesional Santri (NU Circle) Ahmad Rizali, serta Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
Berikut enam tokoh yang mengkritisi hilangnya frasa Madrasah dalam draf RUU Sisdiknas:
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menyayangkan hilangnya frasa madrasah tersebut. Menurutnya, hal ini merupakan suatu kemunduran sekaligus bertentangan dengan sejarah.
"Apabila memang draf itu dan menghilangkan frasa madrasah, ini kemunduran, berlawanan dengan sejarah dan tidak boleh. Karena, dalam UU Sisdiknas sekarang ada itu tegas frasa madrasah masuk di dalamnya," ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu sebagaimana dilansir dari sindonews.com, Senin (28/3/2022).
Sementara itu, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman menyebutkan, hilangnya frasa madrasah dalam draf RUU Sisdiknas menunjukkan dua hal.
Pertama, menunjukkan adanya krisis kompetensi di Kemendikbud Ristek. Kedua, rendahnya kepekaan antara lembaga pemerintah yang dipimpin Nadiem Makarim ini terhadap pendidikan agama.
"Tidak terdapatnya penyebutan madrasah di dalam naskah RUU Sisdiknas menunjukkan dua hal. Pertama, adanya krisis kompetensi di pihak Kemendikbudristek, dan yang kedua rendahnya sensitivitas kementerian ini terkait pendidikan agama yang merupakan unsur sangat penting dan tidak terpisahkan dalam pendidikan nasional," kata Alpha seperti dikutip dari detik.com, Rabu (30/3/2022).
Lalu, Sekretaris Jenderal MUI Dr. Amirsyah Tambunan ikut angkat bicara menanggapi polemik hilangnya frasa Madrasah dalam draf RUU Sisdiknas.
Pria yang akrab disapa Buya Amirsyah menegaskan menolak RUU Sisdiknas yang telah menghapus kata Madrasah didalamnya. Dalam hal ini, dia menjelaskan beberapa prespektif terkait hilangnya frasa madrasah dalam draf RUU Sisdiknas.
Pertama, secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Kedua, secara sejarah satuan pendidikan madrasah telah banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional. Dengan demikian untuk adanya kesinambungan antara pendidikan nasional, maka kata madrasah harus dicantumkan dalam bagian dari sistem pendidikan nasional.
Ketiga, secara sosiologis pendidkan madrasah sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia dan mayoritas anak membutuhkan pendidikan tersebut.
Adapun Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Ganefri berharap supaya Kemendikbudristek dapat lebih terbuka dalam pembahasan dan penyusunan RUU Sisdiknas.
Apalagi, dalam RUU soal pendidikan ini terdapat kepentingan yang menyangkut banyak pihak. Ia juga berpesan hasil akhir RUU ini dapat menjawab tantangan zaman ke depan.
"Saya mengapresiasi dan berharap undang-undang Sisdiknas bisa visioner dan menjawab tantangan zaman dunia pendidikan," terang Ganefri dalam webinar IndoSDGs Senin (28/3/2022).
Selanjutnya, Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pembangunan SDM Jaringan Masyarakat Profesional Santri (NU Circle) Ahmad Rizali menilai Mendikbudristek semakin memperlihatkan tidak kompeten mengurus kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengancam masa depan SDM Unggul Indonesia.
Terkait penempatan frasa madrasah di bagian penjelasan, Rizali mengatakan, hal tersebut menunjukan ketiadaan adab dan ketiadaan penanaman sejarah Nadiem Makarim dan tim penyusunnya.
"Selain ahistoris terhadap perjalanan pendidikan nasional, kebijakan yang dikeluarkan Nadiem Makarim sudah tidak memiliki keadaban dan melawan pembukaan UUD 1945," tandas Rizali seperti dikutip dari sindonews.com, Rabu (29/3/2022).
Kemudian, Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan, hilangnya kata madrasah dalam draf Revisi UU Sisdiknas tersebut bertentangan dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5.
“Jangan Kembali Ke Era Orba, Dg Hapus Madrasah!HNW Dukung Penolakan RUU Sisdiknas Dari Kemendikbudristek, Krn RUU Yg Hapus Madrasah Tidak Sesuai Dg UUDNRI 1945 psl 31 ayat 3&5,dan UU Sisdiknas no 20/2003 Yg Akui Madrasah. Segera ditarik atau revisi total,” tulis Hidayat melalui akun twitternya.
Sejarah Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab [ma drasa] , jamak: , mad ris) yang artinya sekolah. Asal katanya itu darasa (baca: darosa) yang artinya belajar. Makna madrasah secara spesifik merupakan wahana anak berlajar secara terarah, terpimpin, dan terkendali. Frasa madrasah kemudian lebih populer sebagai sekolah.
Madrasah paling pertama berdiri bernama Madrasah al-Madrsah al-Masriyah, Bukit Mertamajam, Seberang Prai pada tahun 1906. Madrasah disebut memberikan sistem pembelajaran dan pengajian yang lebih teratur untuk para jamaah.
Sistem pembelajaran madrasah juga berlangsung di gedung dan sarana yang lebih baik. Madrasah dibangun para tokoh Islam Indonesia yaitu Syed Sheikh al-Hadi, Syeikh Tahir Jalaluddin dan Syeikh Abdullah Magribi. Sejak itulah madrasah terus berkembang di Tanah Air. (Fachri Septian)
Comments (0)