Sejumlah Tokoh Muhammadiyah Kritisi Revisi UU Sisdiknas

Sejumlah Tokoh Muhammadiyah Kritisi Revisi UU Sisdiknas
Foto: Istimewa.

Saat ini, dunia pendidikan di Tanah Air sedang ramai jadi perbincangan karena pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) berencana merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Wacana revisi UU Sisdiknas nantinya akan menyinkronkan 23 undang-undang terkait pendidikan. Adapun regulasi tersebut yaitu, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 43/2007 tentang Perpustakaan, UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta UU 11/2014 tentang Keinsinyuran.

Selanjutnya UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, UU 18/2019 tentang Pesantren, UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU 13/2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, serta regulasi yang beririsan lainnya.

Menanggapi hal ini, beberapa tokoh Muhammadiyah pun mengkritisi rencanaan revisi UU Sisdiknas. Berikut ini adalah pernyataan para tokoh Muhammadiyah yang mengkritisi rencanaan revisi UU Sisdiknas dari berbagai sumber.

1. Haedar Nashir

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebutkan, Undang-Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) hingga saat ini masih relevan. Menurutnya, tidak ada relevansinya UU Sisdiknas untuk direvisi pada periode ini dan periode yang akan datang.

Demikian hal ini disampaikan Haedar dalam sambutannya di acara FGD Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah bertajuk “Mencermati Kemungkinan Adanya Revisi UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 untuk Generasi 2045” secara pada Selasa (14/9/2021) lalu.

Apabila UU Sisdiknas harus direvisi, lanjut Haedar, maka harus ada jaminan agar isi materi maupun substansinya tidak lari dari semangat UUD 1945 pasal 31.

“Apakah revisi UU ini memang jujur, otentik, bisa dipertanggungjawabkan terkait pada kepentingan memayungi peta jalan, yang sebenarnya jika tidak ada revisi pun tidak ada masalah. Lantas, siapa yang akan menjamin bila revisi UU Sisdiknas tidak lari kemana-mana?,” ucap Haedar.

2. Abdul Mu’ti

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan bahwa revisi UU Sisdiknas harus mempertahankan aturan-aturan yang baik dan berani meninggalkan aturan yang diskriminatif. Menurutnya, hal itu sejalan dengan kaidah usul fiqih yang menyatakan bahwa memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.

“UU Sisdiknas ini termasuk UU lama dibanding, misalnya, UU Pemerintah Daerah yang telah berganti berkali-kali, apalagi UU Pemilu dibuat setiap lima tahun. Dalam kaitan ini visi kita ialah bagaimana kita mempertahankan UU yang masih bagus dan relevan, dan mengambil atau menyempurnakan yang kita anggap lebih baik,” sebutnya dalam acara yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah pada (7/9/2021).

Selain itu, Mu'ti mengajak seluruh pihak agar mengkaji revisi UU Sisdiknas ini dari sisi materi dan substansi, tujuannya untuk mempertahankan aturan-aturan yang masih relevan maupun menyempurnakan aturan yang menuai polemik.

“UU merupakan rekayasa suatu bangsa yang dimaksudkan sebagai usaha konstitusional dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai tujuan dari negara itu. Jadi UU ini bagian dari social engineering, atau bahkan bisa jadi political engineering,” jelasnya.

3. Alpha Amirrachman

Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman meminta agar pembahasan rancangan revisi UU Sisdiknas yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek agar ditunda.

Alpha menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luar biasa, salah satunya adanya learning loss. Menurutnya, setiap pemangku kepentingan pendidikan wajib mengerahkan segala sumber daya untuk memulihkan kehilangan pengalaman belajar.

Terlebih, lanjutnya, dampak pandemi yang mengakibatkan pembiayaan terasa lebih berat bagi sebagian besar orang tua kelas menengah ke bawah akibat kehilangan sumber penghasilan. Hal inilah, ujar Alpha, sangat memengaruhi pendidikan anak-anaknya.

"Ini berdampak pada pendidikan anak-anak mereka. Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas dulu,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/2/2022).

"Ini berdampak pada pendidikan anak-anak mereka. Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas dulu,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/2/2022). (Fachri Septian)