5 Karakteristik Islam Berkemajuan

5 Karakteristik Islam Berkemajuan
Ketua PP Muhammadiyah, Syafiq A. Mughni dalam acara Milad ke-26 Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, Selasa (14/06).

TVMU.TV - Amanat Muktamar ke-37 menegaskan bahwa salah satu ciri dari Masyarakat Islam yang menjadi tujuan Muhammadiyah adalah “berkemajuan”.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syafiq A. Mughni mengatakan bahwa ada lima karakteristik utama Islam Berkemajuan, yakni:

Pertama, karakteristik utama Islam Berkemajuan didasarkan pada tauhid (al-mabni’ ‘ala al-Tauhid). Misi utama Muhammadiyah di antaranya menegakkan tauhid yang murni.

Syafiq menjelaskan, Muhammadiyah seringkali disebut sebagai gerakan Islam puritan, karena keteguhannya dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa berpegang pada akidah yang lurus, bersih dari anasir yang merusak sebagiamana kepercayaan terhadap tahayul, relativisme agama, dan sekularisme.

“Dengan Tauhid inilah Muhammadiyah menolak bermacam usaha untuk mencampuradukan agama, untuk merelativisasikan agama, sinkretisme, dan beragam macam yang mengarah pada syirik, khurafat, tahayul,” kata Syafiq dalam acara Milad ke-26 Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan pada Selasa (14/06).

Kedua, berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah (al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunah). Syafiq menegaskan, Muhammadiyah melarang sikap taklid beribadah tanpa dasar-dasar dan pemahaman yang mendalam.

Dalam hal ini, ia menjelaskan, Muhammadiyah juga tidak menolak pendapat dan eksistensi mazhab, namun tidak hanya mengikuti mazhab tertentu. Sehingga, Muhammadiyah menjadikan Al Quran dan Al Sunah sebagai sumber ajaran utama dengan pendekatan yang proposional.

“Ketika kita berselisih, maka Al Quran dan Al Sunah adalah rujukan kita, dua-duanya menjadi sumber inspirasi, sumber moral, sumber hukum bagi kehidupan kita. Kita tidak memahami kedua sumber ini secara tekstual dan kaku, tapi kontekstual,” terang Syafiq.

Ketiga, menghidupkan ijtihad dan tajdid (ihya’ al-ijtihad wa al-tajdid). Dia menyampaikan, dunia yang terus berubah membutuhkan ijtihad tanpa henti dari para ulama.

Menurut Syafiq, ijtihad harus lahir dari problem konkret yang bersumber langsung dari aduan masyarakat terkait problem keagamaan mereka.

Maka dari itu, ijtihad dalam pandangan Muhammadiyah dapat diposisikan sebagai revisi dari fatwa yang telah ada atau mengeluarkan fatwa yang sebelumnya tidak ada.

Selain itu, karakter khas dari Muhammadiyah adalah tajdid. Terkait hal ini, Muhammadiyah menilai tajdid adalah purifikasi dalam bidang ibadah dan akidah, dan dinamisasi dalam persoalan muamalah duniawiyah.

“Ijtihad bagi Muhammadiyah adalah sesuatu yang utama yang harus dijunjung tinggi. Karenanya, ijtihad harus terus dikembangkan dan dihidupkan dalam persyarikatan Muhammadiyah. Demikian juga dengan tajdid yang secara harfiah berarti pembaharuan,” tutur Syafiq.

Keempat, mengembangkan wasathiyah (tanmiyat al-wasathiyyah). Moderat atau Wasathiyah sebagai sikap dasar keagamaan memiliki pijakan kuat pada ayat Al-Quran tentang ummatan wasatha dalam QS al-Baqarah ayat 143.

Sementara ummatan wasatha merupakan citra ideal umat terbaik (khair al-ummah) seperti yang tertuang dalam QS Ali Imran ayat 110. Berdasarkan Islam, wasathiyah pada intinya bermakna sikap tengah di antara dua kubu ekstrem.

Syafiq pun menilai wasathiyah sebagai perilaku yang penuh keseimbangan antara dunia dan akhirat, kebutuhan fisik dan jiwa, keseimbangan akal dan hati, serta berada di posisi tengah antara neo-liberalisme (al-mu’aththilah al-judud) dan neo-literalisme (al-zhahiriyyah al-judud).

“wasathiyah menentang konservatisme tapi juga menentang liberalisme. Dua-duanya juga ekstrem, yang satu di kanan yang satu di kiri. Maka wasathiyah itu tidak terlalu konservatif dan juga tidak terlalu liberal. Ada patokan di tengah-tengah,” ujarnya.

Kelima, mewujudkan rahmat bagi semesta alam (tahqiq al-rahmah li al-‘alamin). Dalam Islam diajarkan agar berbuat baik (ihsan) terhadap siapa saja, tanpa melihat sekat-sekat keagamaan, bahkan sekat-sekat primordial.

Terlebih, sejak awal Islam sudah memproklamirkan diri sebagai agama kasih sayang yang mengajarkan umatnya supaya menyebarkan rahmat tidak hanya bagi manusia, tetapi juga lingkungan termasuk para hewan.

“Bagi Muhammadiyah wujud dari rahmat itu tidak hanya untuk umat Islam, tidak hanya untuk manusia, tapi juga untuk seluruh alam. Hewan sekalipun harus mendapatkan rahmat. Begitu pula dengan lingkungan hidup,” sebut Syafiq.