Kalender Hijriyah Global Tunggal Tidak Hanya Milik Muhammadiyah, Tapi Seluruh Umat Islam di Dunia

Kalender Hijriyah Global Tunggal Tidak Hanya Milik Muhammadiyah, Tapi Seluruh Umat Islam di Dunia
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam acara pembukaan Munas Tarjih ke-32 di Pekalongan, Jumat (23/2). Foto: muhammadiyah.or.id.

TVMU.TV - Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-32 di Pekalongan pada 23-25 Februari 2024. Salah satu agenda Munas Tarjih ke-32 yaitu, pengesahan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT).

Terkait hal ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebutkan pengesahan ini merupakan bagian dari melunasi utang peradaban, sebab umat Islam selama 14 abad lamanya belum memiliki kalender terpadu yang unikatif.

“Kami dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyambut baik (rencana realisasi KHGT), dan ini sebagai pelunasan utang peradaban,” kata Haedar dalam acara pembukaan Munas Tarjih ke-32 di Pekalongan, Jumat (23/02).

Sebelum disahkan, Haedar berharap adanya argumen yang tangguh dibalik penulisan dan pengesahan Kalender Hijriyah Global Tunggal. Menurutnya, argumentasi ukhuwah dan solidaritas umat Islam dapat menjadi alasan kuat dalam pemberlakukan kalender Islam berskala global.

“Ukhuwah dan solidaritas menjadi keniscayaan di era global ketika dunia semakin melintas batas. Ukhuwa menjadi idiom yang indah namun begitu susah diwujudkan karena banyaknya kepentingan,” ujarnya.

Kemudian, Haedar menyoroti bahwa dalam konteks ini, argumen kesatuan atau unity juga menjadi kunci penting untuk mendukung pemberlakuan Kalender Hijriyah Global Tunggal.

Walaupun sulit, lanjutnya, namun penting untuk membangun kesatuan dalam melihat kekhawatiran terhadap perpecahan dunia Islam. Haedar berharap penerapan kalender yang bersifat pemersatu dalam skala global dapat menjadi solusi untuk menyatukan dunia Islam yang terkadang terpecah-belah.

Selain itu, Haedar juga menekankan pentingnya dukungan konsepsi Kalender Hijriyah Global Tunggal dengan dasar dalil bayani dan burhani untuk menghasilkan aspek “kepastian”.

Bagi Haedar, sebuah kalender harus membawa kepastian tentang hari dan tanggal, khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadan, Syawal atau Idul Fitri, serta awal dan tanggal 9 (Hari Arafah) serta tanggal 10 (Idul Adha) bulan Zulhijah dalam satu kesatuan kalender Hijriah yang menjadi rujukan bersama seluruh dunia Islam.

“Kita iri dengan kalender miladiyah (masehi). Mereka tidak pernah berselisih tentang Natal dan hari-hari besar lainnya, karena sudah ada kalender tunggal, satu hari satu tanggal di seluruh dunia,” ucapnya.

Oleh karena itru, Haedar berharao Kalender Hijriyah Global Tunggal dapat menjadi landasan yang seragam untuk seluruh umat Islam di seluruh dunia. Dalam konteks kalender, ia menilai bahwa adagium “perbedaan adalah rahmat” tidak berlaku dan perlu digantikan dengan pandangan bahwa “kesatuan dan kepastian dalam berkalender hijriah tunggal adalah rahmat”.

Menurut Guru Besar Sosiologi ini, perbedaan dalam penentuan tanggal-tanggal penting dalam kalender Hijriah bisa membawa dampak negatif, bahkan dalam beberapa kasus dapat berujung pada fitnah. Maka dari itu, mengutamakan kesatuan dan kepastian dalam Kalender Hijriyah Global Tunggal dianggap sebagai langkah bijak untuk menghindari perpecahan dan memastikan konsistensi dalam perayaan serta ibadah umat Islam di seluruh dunia.

Jika telah disahkan, Haedar mengungkapkan bahwa Kalender Hijriyah Global Tunggal tidak hanya menjadi milik Muhammadiyah, tapi milik seluruh umat Islam di dunia. Sehingga, penting melakukan sosialisasi yang simpatik dengan pendekatan QS. An-Nahl ayat 125 yaitu disampaikan dengan hikmah dan kerendahan hati. Selanjutnya, penggunaan berbagai saluran sosialisasi digital yang menarik dan simpatik dapat dilakukan secara masif.

VIDEO: Pembukaan Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah