Konsep Darul Ahdi Wa Syahadah, Komitmen Muhammadiyah Jaga Kemurnian Pancasila

Konsep Darul Ahdi Wa Syahadah, Komitmen Muhammadiyah Jaga Kemurnian Pancasila
Rektor UMRI, Saidul Amin di acara Dialektika tvMu dengan tema 'Fenomena Rezimentasi Paham Agama', Sabtu (10/12). Foto: Tangkap layar YouTube tvMu Channel.

TVMU.TV - Rektor Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Saidul Amin menjelaskan Muhammadiyah memandang Indonesia sebagai negara Pancasila, yang kemudian negara Pancasila diartikan sebagai negara Darul Ahdi Wa Syahadah sebagaimana hasil Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015 lalu.

Menurut dia, konsep negara itu adalah pernyataan final bahwa bentuk negara Indonesia tidak boleh diganggu gugat lagi.

Demikian hal itu disampaikan Saidul di acara Dialektika tvMu dengan tema 'Fenomena Rezimentasi Paham Agama' pada Sabtu (10/12) lalu.

“Artinya NKRI ini harga mati. Kita berjanji sama-sama membangun negeri tercinta ini. Kalau melompat kita sama-sama patah. Kalau bersembunyi kita sama-sama hilang, ada sama-sama kita makan, ndak ada sama-sama kita cari, terlentang kita sama-sama makan angin, tertelungkup kita sama-sama makan tanah. Itulah resiko ketika kita menyatakan Darul Ahdi wa Syahadah. Ya ayuhalladziina amanu aufu bil ‘uqud,” jelasnya sambil mengutip Surat Al-Maidah ayat 1.

Dalam konsep Darul Ahdi Wa Syahadah, tegas Saidul, Muhammadiyah berkomitmen akan setia mengawal kemurnian dan menjaga Pancasila dari berbagai aksi yang mereduksi nilai-nilai di dalamnya, misalnya rezimisasi agama.

“Tapi bagi kita warga Muhammadiyah jangan menonton, kita harus syahadah. Betul-betul jadi subjek, bukan objek dalam membangun negara ini. Bagi saya agama itu pasti membawa kesejahteraan dan keamanan. Apalagi kalau kita bicara agama dalam Masailul Khamsah Muhammadiyah,” sebutnya.

Maka dari itu, Saidul menilai isu rezimentasi agama perlu dicegah. Karena selain mereduksi Pancasila sebagai konsensus bangsa Indonesia, juga tidak ada jaminan bahwa isu itu akan menjamin keamanan bagi kelompok dan aliran agama yang berbeda.

“Jadi orang yang paling rasional ketika memegang kekuasaan itu bisa irasional. Maka kadang-kadang partai yang paling teriak demokrasi, ketika memegang kekuasaan justru menjadi partai yang sangat otoriter dan bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi yang mereka gaungkan,” pungkasnya.