Melalui Puasa Ramadan dan Idulfitri, Haedar Nashir Ajak Kaum Muslimin Bangun Sikap Tidak Berlebihan

Melalui Puasa Ramadan dan Idulfitri, Haedar Nashir Ajak Kaum Muslimin Bangun Sikap Tidak Berlebihan
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat menjadi katib Idulfitri 1445 H di Lapangan UMY, Rabu (10/4). Foto: muhammadiyah.or.id.

TVMU.TV - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan hakikat puasa yakni agar setiap muslim bertindak secukupnya dan tidak berlebihan dalam urusan dunia.

”Penuhilah semua keperluan hidup itu secara tengahan (tawasuthtawazun) dan tidak berlebihan,” kata Haedar saat menjadi katib Idulfitri 1445 H di Lapangan UMY, Rabu (10/4).

Haedar menyebutkan, realitas saat ini menunjukkan segala masalah dan penyakit kehidupan manusia sering terjadi karena sikap berlebihan, rakus, dan melampaui batas.

”Karena nafsu ingin menang melampui batas timbullah penghalalan segala cara dalam segala kontestasi kehidupan. Ketika menang bersikap angkuh diri tanpa rasa syukur. Ketika kalah jatuh diri dan larut dalam kekecewaan berkepanjangan tanpa sikap tawakal. Kontestasi politik, olahraga, dan kehidupan sehari-hari jika disikapi berlebihan banyak menimbulkan masalah seperti saling benci dan permusuhan yang keras dalam hubungan antarmanusia,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Islam mengajarkan hidup cukup hasil ikhtiar yang halal dan baik, sehingga jauhilah segala hal yang melampaui batas. Kemudian sikap ekstrem yang mengarah pada berlebihan (ghuluw) maupun yang mengarah pada penegasian (tafrith) dan mengurang-ngurangkan (tanqis) tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.

”Ketika harus bernahyu-munkar pun mesti dengan cara yang makruf atau baik; di samping  dengan hikmah, edukasi yang baik, dan mujadalah yang lebih baik sejalan pendekatan dakwah yang diajarkan Allah (QS Al-Nahl: 125),” sebut Haedar.

Maka dari itu, Haedar mengajak kaum muslimin melalui puasa Ramadan dan Idul Fitri untuk membangun sikap hidup tengahan dan tidak berlebihan.

”Setiap muslim mesti bersikap wasathiyah atau atau moderat dalam menjalani kehidupan. Bangun keseimbangan hidup antara ruhani dan jasmani, jiwa dan fisik, individu dan kolektif, ibadah mahdhah dan muamalah, serta antara dunia dan akhirat secara utuh, bermakna, dan bertujuan utama. Disitulah makna hidup manusia yang bermartabat mulia (fi ahsan at taqwim) yang membedakannya dengan makhluk Tuhan lainnya,” jelasnya.

Saksikan Live Streaming Salat Idulfitri 1 Syawal 1445 H di Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS