Penjelasan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Menanggapi Hari Natal

Penjelasan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Menanggapi Hari Natal
Ilustrasi/ Foto: Istimewa.

TVMU.TV - Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syamsul Hidayat menjelaskan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang menanggapi hari Natal.

"Pembicaraan ini menjadi sangat penting terutama pada Desember ini. Menjelang 25 Desember selalu banyak pertanyaan yang muncul kepada majlis tarjih dan tajdid," kata Syamsul dalam acara Kajian Tarjih Online dengan tema 'Natal dan Nabi Isa AS Menurut Al-Quran dan Sunnah, Selasa (20/12).

Terkait hal ini, Syamsul mengatakan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang menanggapi hari Natal merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa itu diberikan oleh MUI saat Buya Hamka menjadi Ketua.

"Beliau memfatwakan, umat Islam diperbolehkan untuk bekerjasama dan bergaul dengan umat agama yang lain, dan masalah yang berhubungan dengan keduniaan. Hal ini didasarkan pada surat Al Hujurat ayat 13, surat Lukman ayat 15, dan surat Al Mumtahanan ayat 8,” tuturnya.

Ia menerangkan kegiatan tersebut seperti jual beli, pinjam meminjam, menolong orang lain yang sedang kelaparan itu diperbolehkan bahkan dianjurkan dan tidak boleh melihat agamanya. Selain itu, berbuat adil dan berbuat baik kepada siapapun, selama mereka bisa hidup berdampingan dengan kita.

"Umat Islam, tidak boleh mencampur adukan agama dan aqidah dengan aqidah dan peribadatan agama yang lain. Seperti yang ada pada QS Al Kafirun ayat 1-6, dan QS Al Baqarah 42," jelas Syamsul.

Syamsul menyebutkan, umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada Nabi dan rasul yang lain. Islam mengajarkan bahwa Allah itu hanya satu, berdasarkan surat Al Ikhlas ayat 1-4.

"Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan," tegasnya.

Kemudian, Syamsul menyampaikan dengan dasar hadist riwayat Muslim tentang halal itu jelas dan yang haram pun jelas, dan di antara ke duanya adalah masalah yang syubhat yang tidak diketahui banyak orang. Lalu dasar lain ialah qaidah fiqhiyyah: 'Menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan'.

"Islam menjauhkan diri dari yang samar-samar, dan melarang emndahulukan dan larangan Allah yang subhat dan yang dilarang oleh allah, termasuk mencampur adukan agama islam dengan agama yang lain. Sehingga Umat Islam dianjurkan untuk tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, untuk tidak mengikuti kegiatan perayaan Natal," terangnya.

Dikatakan Syamsul, karena sangat urgent dalam memurnikan agama, maka harus menghindari yang bisa merusak agama. Menurutnya, menolak bahaya harus didahulukan daripada menarik maslahat. Toleransi bisa dilakukan dengan berbagai cara yang lain yang lebih menyelamatkan kemurnian aqidah umat Islam.

"Intinya fatwa tarjih itu pertama merujuk pada Al Quran dan Sunnah, ke dua dengan terkait aqidah harus berhati-hati jangan sampai mencampurkan yang haq dan bathil, sehingga harus usahakan memurnikan aqidah, agama kita, menjaga kemurnian agama. Bahkan semua agama harus dapat menjaga kemurniaan agama masing-masing, insyaa allah toleransi dan kerukunan antar umat beragam akan terjalin secara autentik, Insyaa Allah," pungkas Syamsul.

VIDEO: Natal dan Nabi Isa AS Menurut Al-Quran dan Sunnah