Abdul Mu’ti Tegaskan Muhammadiyah Bukanlah Kendaraan Politik Praktis

Abdul Mu’ti Tegaskan Muhammadiyah Bukanlah Kendaraan Politik Praktis
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti/ Foto: Tangkap layar YouTube tvMu Channel.

TVMU.TV - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menegaskan Muhammadiyah bukanlah kendaraan politik praktis. Ia menyatakan Muhammadiyah tidak akan terlibat secara langsung dalam politik praktis, terutama terkait Pemilihan Presiden (Pilpres).

“Soal Pilpres Muhammadiyah wait and see saja. Biarlah itu diurus oleh ketua-ketua partai, karena kewenangan konstitusional untuk mencalonkan siapa capres dan cawapres itu ada pada partai politik, itu amanat Undang-undang Dasar,” kata Mu’ti di acara pengukuhan PDM dan PDA Kota Depok periode 2022-2027, Ahad (22/07).

Mu'ti menyebutkan Muhammadiyah tidak akan mendeklarasikan dukungan untuk calon presiden tertentu. Menurutnya, hal tersebut hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.

Bagi dia, warga Muhammadiyah yang akan lebih memilih lebih baik menitipkan aspirasi dan dukungan politiknya melalui partai politik, bukan kepada Persyarikatan.

“Kalau warga Muhammadiyah ikut mendukung atau titip aspirasi, titipkan lewat partai politik, jangan Muhammadiyah buat deklarasi dukung mendukung calon presiden tertentu, itu namanya mimpi di siang bolong. Wait and see saja,” sebut Mu’ti.

Selain itu, Mu’ti berharap Pilpres 2024 nanti bisa menampilkan lebih dari dua calon pasangan capres-cawapres. Hal tersebut agar menghindari pola pikir biner, atau pola pikir yang sederhana dengan memandang segala hal hanya dalam dua kutub yang saling bertentangan.

Dalam konteks politik, kata Mu'ti, situasi seperti ini sering disebut sebagai “duopolis” atau sistem politik yang didominasi oleh dua kekuatan utama.

“Tapi kalau kami boleh nitip aspirasi kepada sembilan partai politik itu, kami nitip jangan hanya dua pasang (capres-cawapres), minimal tiga. Supaya kita punya banyak pilihan. Kalau dua itu seperti benar dan salah,” ucapnya.

Selanjutnya, Mu’ti juga menyampaikan keprihatinannya terhadap polarisasi politik yang terjadi pada Pemilu tahun 2019, di mana hanya terdapat dua pasang calon yang kuat bersaing.

Menurut dia, risiko politik dari situasi tersebut masih terasa hingga saat ini, terutama dalam bentuk ujaran-ujaran yang memprovokasi di media sosial dengan istilah “cebong” dan “kampret” yang merujuk kepada pendukung masing-masing kubu.

Dengan pendekatan “wait and see“, Mu'ti mengatakan Muhammadiyah berusaha untuk tetap netral dan memberikan dukungan aspirasional kepada berbagai partai politik. Hal ini diharapkan akan muncul lebih banyak pilihan calon yang dapat dipertimbangkan dengan matang dalam Pilpres mendatang.

VIDEO: Polemik Al Zaytun Diharapkan Secepatnya Selesai