Haedar Nashir Berharap Nilai Tengahan ‘Aisyiyah Dijaga dan Diperkaya

Haedar Nashir Berharap Nilai Tengahan ‘Aisyiyah Dijaga dan Diperkaya
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan sambutan dalam acara Resepsi Milad ‘Aisyiyah ke-107 di Unisa Surakarta, Ahad (19/5). Foto: Tangkap layar YouTube tvMu Channel.

TVMU.TV - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan selamat milad ‘Aisyiyah yang sudah seabad lebih.

Ia juga mengapresiasi kiprah 'Aisyiyah yang luar biasa atas pengkhidmatan untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.

“Telah bergerak nyata, melintasi zaman, tidak hanya di pusat-pusat kota, tapi juga sampai di yang terjauh, juga sampai dunia internasional,” kata Haedar dalam Resepsi Milad ke-107 ‘Aisyiyah di Unisa Surakarta, Ahad (19/5).

Lebih lanjut, Haedar menjelaskan ‘Aisyiyah merupakan pelopor gerakan perempuan Islam di dunia memiliki nilai dasar yang bertumpu pada nilai-nilai keislaman. Menurutnya, nilai dasar ini menjadi kacamata ‘Aisyiyah dalam memandang kaum perempuan.

Dia menambahkan, hadirnya ‘Aisyiyah menjadikan perempuan tidak hanya berperan di dapur, namun juga berperan di ranah publik. Dalam hal ini, ‘Aisyiyah memandang perempuan memiliki derajat sama dengan laki-laki di ruang publik.

Islam di Indonesia sebelum ‘Aisyiyah lahir, Haedar menerangkan perempuan hanya berperan di ranah domestik karena berpandangan konservatif. Lalu pada awal abad 20 karena pengaruh Barat yang liberal, menjadikan perempuan bebas berperan dan serba boleh.

“Sadar atau tidak, ‘Aisyiyah itu sudah mengambil posisi yang wasathiyah. Dan berada diantara pandangan yang kanan dan kiri, dan ini menjadi posisi yang menjelaskan kita,” terang Haedar.

Maka dari itu, Haedar berharap nilai tengahan yang ada di ‘Aisyiyah harus dijaga agar tetap hidup dan diperkaya. Nilai tengahan atau wasathiyah ‘Aisyiyah ini disandingkan oleh Nyai Walidah dengan nilai kemajuan yang genuin lahir dari Agama Islam.

Meski tidak belajar dari Barat, ungkap Haedar, tapi Nyai Walidah Dahlan mempelajari dan mendalami Al Qur’an dari Kiai Ahmad Dahlan dan Ayahnya. Dari proses belajar itu lahir pemikiran nilai tengahan yang berkemajuan sebagai dasar gerakan kaum perempuan.

Kemudian pandangan maju yang dimiliki oleh Nyai Walidah mengantarkannya sebagai perempuan pertama yang berpidato dalam Kongres ke-15 Muhammadiyah pada 1926 di Surabaya.

Di masa itu, sebut Haedar, Nyai Walidah telah membuktikan kehadiran perempuan bukan lagi sebagai penonton, namun ia telah membuktikan bahwa kaum perempuan juga bisa memimpin dan duduk sama-sama dengan kaum laki-laki.

Setelah itu, pandangan maju yang dimiliki oleh Muhammadiyah-‘Aisyiyah pada Muktamar ke-48 dimodifikasi sebagai Risalah Islam Berkemajuan dan Risalah Perempuan Islam Berkemajuan.

Saksikan Live Streaming Resepsi Milad ke-107 'Aisyiyah 'Mengokohkan dan Memperluas Dakwah Kemanusiaan Semesta'