"Hantu" Kenaikan PPN 12 Persen

TVMU.TV - Di tengah kondisi ekonomi yang masih lesu, di saat harapan tinggi digantungkan kepada pemerintahan baru Prabowo-Gibran, kita dihantui oleh kekhawatiran melambungnya harga barang, dan kian melambatnya pertumbuhan ekonomi, akibat beleid baru pemerintah di bidang pajak, yakni naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 januari 2025. Kepastian kenaikan PPN 12 persen itu, diumumkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bersama sejumlah Menteri Kabinet Merah-Putih, Senin 16 Desember 2024. Menko Airlangga Hartarto mengumumkan kenaikan PPN 12 persen ini, dikemas dalam bahasa “paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan”. Kendati dibungkus dalam bahasa yang bernada positif, yakni “kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan, apa boleh buat pengumuman ini, seolah menjadi kado akhir tahun yang kurang menyenangkan bagi sebagian besar orang.
Berbagai indikator ekonomi yang tumbuh, menjadi kalimat pengantar pengumuman ini. Pertumbuhan ekonomi stabil di angka 5 persen, inflasi pada November 1 koma 55 persen. Daya beli masyarakat dianggap cukup kuat, yaitu consumer spending tumbuh 1 koma 7 persen, di mana jumlah total consumer spending mencapai 250 triliun rupiah. Karena itu, pemerintah berkeyakinan penaikan PPN menjadi 12 persen ini, tidak akan berdampak buruk bagi ekonomi masyarakat. Kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak termasuk berbagai kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan kesehatan, jasa tenaga kerja, jasa keuangan dan asuransi, vaksin folio, rumah sederhana dan sangat sederhana, dan pemakaian air. Pemerintah memberikan stimulus atau paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, yaitu pemerintah menanggung 1 persen dari PPN alias tetap 11 persen, terhadap minyak kita, atau minyak goreng curah, tepung terigu dan gula industri. Pemerintah juga akan menggelontorkan bantuan sosial berupa beras 10 kilogram selama dua bulan, diskon 50 persen tarif listrik di bawah 2200 volt-amper, selama dua bulan pula. Sekali lagi, hanya dua bulan saja.
Meskipun penaikan PPN menjadi 12 persen ini diiringi sejumlah stimulus, tetapi sejumlah pihak tetap merasa khawatir dampak buruk keputusan ini. Mantan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan yang kini Politisi Gerindra, Fuad Bawazier secara kritis menyoalnya. Menurut Fuad Bawazier, kenaikan PPN meski 1 persen saja, akan membebani masyarakat. Alasannya, daya beli masyarakat turun, karena kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih, akibat pandemi Covid-19, serta sejumlah kebijakan ekonomi yang tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi. menurut Fuad, pemerintah memang terbebani dengan APBN yang besar, dengan penerimaan pajak yang relatif kecil, sehingga selama ini menutup kebutuhan anggaran itu dengan utang. Selain hanya menguber PPN yang menyasar hampir seluruh rakyat, pemerintah sebaiknya menempuh cara kreatif lainnya. Salah satunya menghilangkan fasilitas tax amnesty, atau pengampunan pajak, yang hanya dinikmati orang super kaya. Cara lain, menutup lobang sumber kebocoran anggaran, dengan langkah penghematan, plus mencegah korupsi secara maksimal. Penaikan PPN itu, sebaiknya ditunda, sebab itu kewenangan penuh pemerintah, yang diberikan Undang-undang Perpajakan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bima Yudhistira juga mendesak pemerintah membatalkan keputusannya, karena penaikan PPN ini bersifat regresif. Dampak penaikan PPN 12 persen, bakal menggerek seluruh harga, yang berakibat buruk bagi ekonomi masyaralat. Bahkan, dikhawatirkan terjadi preemtive-inflation, suatu kondisi di mana kenaikan harga barang, mendahului berlakunya kenaikan tarif, apalagi, saat menjelang natal dan tahun baru. Di sisi lain, kendati disertai insentif berupa bansos dan diskon listrik, tetapi itu hanya bersifat parsial dan temporer. Indonesia, mungkin perlu meniru Vietnam, yang justru menurunkan PPN dari 10 persen, menjadi 8 persen saja. Kendati menurunkan tarif PPN tetapi kebijakan fiskal itu justru mampu menarik investor ke dalam negeri Vietnam.
Jika demikian adanya, pemberlakuan kenaikan PPN menjadi 12 persen, akan menyebabkan momok, yang menghantui masyarakat, terutama kelas menengah, yang disinyalir banyak yang melorot statusnya. Menurut data, sebanyak 10 juta orang yang pada 2019 masih berstatus sebagai kelas menengah, saat ini turun kasta menjadi “miskin” atau rentan miskin. Bukan itu saja, penaikan PPN 12 ini, juga dikhawatirkan juga memengaruhi lembaga sosial, yang berdimensi dengan pajak tapi bergerak di bidang sosial. Tak kurang, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profesor Haedar Nashir mengingatkan agar penaikan PPN menjadi 12 persen ini, perlu dikaji ulang. Kebijakan pajak, harus memperhatikan aspek keadilan sosial, karena kebijakan pajak tidak akan lepas kondisi kehidupan bangsa dan cita-cita keadilan sosial. Harus dipehatikan betul, sehingga kebijakan itu tidak menghambat spirit kemajuan.
Saksikan Tayangan Editorial tvMu "Hantu" Kenaikan PPN 12 Persen
Comments (0)