Majelis Tarjih dan Tajdid Gelar Pengajian ke-204, Saad Ibrahim: Inti Agama Adalah Tauhid
TVMU.TV - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) kembali menyelenggarakan Pengajian Tarjih Muhammadiyah, Rabu (25/1/2023).
Pada Pengajian edisi ke-204 ini, MTT PP Muhammadiyah menggandeng Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan diselenggarakan secara luring di Hall BAU UMM.
Lalu secara daring melalui Zoom, serta live streaming YouTube Tarjih Channel dan YouTube tvMu Channel.
Adapun dalam kegiatan yang mengusung tema 'Akhlak kepada Allah; Ikhlas dan Husnudzan' ini materi disampaikan oleh Ketua PP Muhammdiyah Saad Ibrahim.
Dalam paparannya, Ketua PP Muhammadiyah Saad Ibrahim menjelaskan definisi ikhlas secara bahasa.
"Kata al-ikhlas itu dari akhlasha-yukhlishu- ikhlaasan. Isim failnya itu mukhlis dari tsulatsi mujarrad kha'-lam-shad. Yang arti dasarnya dalam konteks akhlasha yukhlishu-ikhlaasan itu artinya memurnikan, melakukan proses at-tajriid, jarrada- yujarridu-tajriidan; pemurnian," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan arti-arti lain dari akar kata yang sama dengan al-ikhas.
"Ada ungkapan khalas, artinya intaha, selesai. Bahkan ada juga ungkapan khulashah, ada buku Khulashah Nuril Yaqin. Ringkasan dari kitab sejarah Nabi Nurul Yaqin, diringkas menjadi Khulashah," paparnya.
Dengan demikian, kata Saad, inti keberagamaan terkait relasi seorang hamba dengan Allah adalah ikhlas.
"Dan surat (al-Ikhlas) itu berisi tentang tauhid. Maka inti beragama itu mentauhidkan Allah," sebutnya.
Kemudian, Saad menyampaikan bahwa makna tauhid adalah memurnikan.
"At-tauhid itu bermakna proses at-tajrid, pemurnian keberadaan Tuhan, semata-mata, sebenar-benarnya sebagai Tuhan dari hal-hal yang tidak kita akui sebagai Tuhan," terangnya.
Maka dari itu, Saad menyimpulkan bahawa inti agama adalah sama yang diturunkan kepada para Nabi Adam sampai Nabi kita Muhammad, yaitu intinya adalah tauhid.
"Nah sikap kita bertauhid itu tercermin pada kata al Ikhlas, memurnikan. Posisi Tuhan, posisi Allah sebagai ilah dari ilah-ilah yang lain yang bukan ilah. Maknanya Allah kita tempatkan pada posisi tertinggi. Kita berada pada posisi sebagai hamba-Nya," jelasnya.
Setelah itu, Saad menjelaskan terkait surat al Ikhlas.
"Lalu ayat itu juga disambung dengan ash-Shamad. Kata ash-Shamad dalam tafsir Ath-Thabari, di antara makna yang paling bisa kita terima sepenuhnya adalah minal asmaail husna (salah satu asmaul husna), dan ash shamad itu puncak segala kebaikan," ujarnya.
“Kalau al-Adzim itu puncak dari segala kemuliaan, al-Qahhar, al-Qadiir, al-Jabbar, itu artinya Dzat yang memiliki puncak kekuasaan. Maka ash-Shamad itu seluruh kebaikan, seluruh keunggulan itu tercermin pada ash-Shamad," lanjut Saad.
Oleh karena itu, Saad pun menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk Allah harus sepenuhnya menggantungkan urusan kepada Allah.
"Sering kita terjemahkan Dzat yang kepadanya seluruh makhluk bergantung. Maka at-tauhiditu mengesakan Allah, tidak sekadar mengesakan, tapi juga punya keyakinan bahwa Dzat Yang Maha Esa itu adalah Dzat yang memiliki segala puncak kemuliaan, puncak kebaikan, puncak keunggulan," ucapnya.
VIDEO: Akhlak Kepada Allah: Ikhlas dan Husnudzan
Comments (0)