Rektor UMJ Ungkap Alasan Mendasar Perlunya Reaktualisasi Dakwah Kultural Muhammadiyah

Rektor UMJ Ungkap Alasan Mendasar Perlunya Reaktualisasi Dakwah Kultural Muhammadiyah
Rektor UMJ, Ma’mun Murod Al Barbasy dalam acara Pengkajian Ramadan 1445 H di UMJ, Selasa (19/3).

TVMU.TV - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Pengkajian Ramadan 1445 H di UMJ pada 18-20 Maret 2024. Adapun tema yang diusung yaitu, Dakwah Kultural: Perluasan Basis Komunitas dan Akar Rumput Muhammadiyah.

Rektor UMJ, Ma’mun Murod Al Barbasy mengungkapkan tema Pengkajian Ramadan 1445 H ini berangkat dari dua kegelisahan.

Ia menjelaskan pertama adalah kegelisahan politik, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi Muhammadiyah perlu memperbanyak ‘jumlah kepala’. Sebab selama ini Muhammadiyah terlalu fokus pada isi kepala.

Ma'mun mengatakan kedua adalah kegelisahan sosiologis, berdasarkan salah satu lembaga survei yang menemukan data jumlah warga terafiliasi Muhammadiyah hanya 5,7 persen, lebih kecil dibandingkan dengan organisasi Islam mapan lain.

“Dua kegelisahan itu untuk menjawab bagaimana melakukan perluasan basis di akar rumput, maka jawaban yang dinilai tepat adalah dengan penguatan dakwah kultural,” kata Ma’mun dalam acara Pengkajian Ramadan 1445 H di UMJ, Selasa (19/3).

Secara substansi, Ma'mun menerangkan dakwah kultural dimaksudkan untuk melakukan dua hal. Pertama melakukan dinamisasi, yaitu sebagai reaksi dari budaya yang memiliki kecenderungan untuk berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik.

Dalam konteks itu, ungkap Ma’mun, berlaku kaidah fikih “melestarikan tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Kaidah fikih ini bukan milik kelompok tertentu, sebab sudah ada jauh sebelum adanya organisasi Islam modern.

Dikatakan Ma'mun, substansi kedua dari dakwah kultural adalah purifikasi atau melakukan pemurnian nilai-nilai tauhid. Baginya, dalam konteks historis dan sosiologis, dakwah kultural yang dilakukan oleh Muhammadiyah memiliki sanad sampai Rasulullah Muhammad.

“Termasuk penamaan iduladha, idulfitri juga berasal dari tradisi Quraisy lama, Arab pra Islam, kemudian dimodifikasi oleh Rasulullah, tentu nilai yang masuk berbeda dengan era sebelumnya,” terangnya.

Selain itu, Ma'mun mengatakan dakwah kultural telah melekat dengan Muhammadiyah sejak awal berdirinya. Dia menuturkan, di masa awal Muhammadiyah gerak dakwahnya begitu cair.

Menurut Ma’mun, model dakwah seperti itu menjadikan Muhammadiyah diterima di banyak tempat di Indonesia sejak tahun 1920-an.

Saksikan Live Streaming Pengkajian Ramadan 1445 H 'Dakwah Kultural: Perluasan Basis Komunitas dan Akar Rumput Muhammadiyah'